Jumat, 27 Maret 2015

Rough and Shocking Week

This week has been the most rough and shocking week.
 
Pertama, rumah saya kebanjiran. Sesuatu yang jarang terjadi sejak jalanan ditinggikan. Yang menyedihkan adalah buku-buku kesayangan saya hancur lebur dilahap air banjir.
 
Kedua, penempatan kerja berikutnya dipercepat 2 bulan menjadi...the next 8th April. Deg-degan, serius. Semoga doa saya terkabul. You know what I mean!
 
Ketiga, tanggal 8 April saya menerima SK penempatan baru dengan kemungkinan tanggal 13 saya akan memulai kehidupan di kota baru (AMIN). Padahal saya sudah berencana tanggal 13 akan mengambil cuti karena LDR partner saya akan kesini setelah 6 bulan tidak bertemu. Menyedihkan,bukan?
 
Keempat, tepat sebelum mendapat kabar tentang poin kedua dan ketiga, saya mengalami kecelakaan kecil: Jatuh Dari Motor. Ini merupakan kejadian yang ketiga kalinya, dan jangan sampai terjadi lagi.
 
***
 
Jum'at sore kemarin. Cuaca sedang tidak bersahabat.
Saya yang mengendarai motor dengan jas hujan kuning terang, terjatuh di jalan raya karena ada pengendara motor lain yang menyebrang tiba-tiba.
Saya terjatuh.
Pengendara motor tersebut meminta maaf. Saya hanya terbangun, mengeluarkan amarah dalam satu- dua kalimat, membangunkan motor saya, dan melanjutkan perjalanan.
Saya bisa saja memperpanjang marah-marahnya dan menuntut. Tapi saya tidak suka berurusan lama-lama dengan orang, jadi saya tinggalkan saja.
 
Kejadian ini mengingatkan saya dengan kejadian yang hampir sama di tahun 2009: Ditabrak mobil saat mengendari motor.
Sang pengendara juga minta maaf, saya hanya mengangguk dan pergi begitu saja.
Mengapa? Mengapa saya tidak menuntut padahal ada kerugian (beset/luka di badan dan di motor)? Because I think that's not cool.
 
Kecuali pada 'kejadian' yang lainnya, jumping to 2011;
Motor yang saya dan teman saya kendarai ditabrak mobil. Kami terjatuh di jalan raya. Seisi mobil keluar dan segala caci maki si pengendara masuk ke telinga teman saya yang waktu itu mengendarai/membawa motor saya. Teman saya terluka, kebetulan saya tidak apa-apa hanya lecet sedikit. Saya tidak terima teman saya diperlakukan seperti itu oleh si pengendara mobil. Tidak tahu diri sekali pengendara mobil tersebut; sudah tahu yang ditabrak luka-luka, malah marah dan menuntut! Akhirnya saya lawan. Saya tidak peduli dia siapa, setua apa, sekeras apa suaranya, dari mana ia berasal (ngakunya sih dari papua). Saya tidak terima teman saya yang terluka diperlakukan seperti itu. Kami tidak minta ganti kerugian apapun, kenapa dia harus marah?
"Meskipun kami cuma mahasiswa dan naik motor, jangan dipikir tukang minta-minta. Tolong supir bapak mulutnya disekolahin dulu!", teriak saya menutup percakapan saat itu, ketika akhirnya sang pemilik mobil melerai saya dan supirnya yang bertengkar.
Saya bisa saja menuntut. Tapi saya tidak mau. Entah mengapa. Melihat saya/kami memenangkan pertengkaran...itu sudah cukup.
 
Balik ke kejadian kemarin; akhirnya saya pulang dengan shock. Lumpur menempel di sekujur tubuh (sampai menembus jas hujan), spion saya sudah tidak berbentuk, motor dan badan saya lecet. Tapi sesampainya di rumah saya atasi sendiri.
 
Dari kejadian diatas saya berpikir bahwa saya bisa diberdayakan, dirugikan, dan disakiti orang dengan mudah, tanpa orang tersebut harus mengganti rugi.
Ya, benar, saya hanya membalasnya dengan doa. Menurut saya cara tersebut lebih elegan.
Kecuali ada yang berusaha menyakiti, merugikan, dan memberdayakan orang yang saya sayangi didepan saya.
Apapun akan saya lakukan.
That's me.
 
 
Udah cocok belum buat jadi pemain sin city? Hahaha.
No. Well, wish me luck!
This has been a rough and shocking week anyway!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Author

Foto saya
Just a small fish swims in an endless ocean.

Archives