Halo.
Minggu ini mata dan mulut saya pedas menonton masterpiecenya Stanley Kubrick.
Setelah klimaks dengan yang lalu-lalu; 2001: A Space Odyssey, The Shining, dan Eyes Wide Shut, minggu ini saya klimaks dengan A Clockwork Orange.
Stanley Kubrick adalah salah satu movie director yang legendaris sekali, dan berpengaruh terhadap industri perfilman di dunia. Setiap karyanya tidak ada yang epic fail, meskipun saya belum melihat semua karyanya.
Bahkan yang membuat saya bergeming: Stanley Kubrick berhasil membuat ilustrasi luar angkasa sebelum Neil Armstrong berhasil mendarat di bulan tahun 1969. Oke, saya tidak akan membahas propaganda Neil Armstrong dan bulannya, yang konon katanya ada hubungannya dengan Stanley Kubrick. Who knows.
Kembali ke A Clockwork Orange. Menyaksikan dua setengah jam lebih, tidak membuat saya mengantuk sama sekali. Bagaimana bisa, di scene awal saja sudah menarik; Alex DeLarge (Malcolm McDowell) muncul dengan gaya rambut yang sangat hipster di tahun 70an dan mascara sebelah mata yang menurut saya iconic sekali. Setiap scenenya, terlepas dari much much sex and violence yang sangat tidak dianjurkan untuk ditonton bersama keluarga, film ini sangat eye catchy. Cukup modern untuk ukuran jaman dulu.
Singkat cerita, film ini mengisahkan seorang remaja bernama Alex DeLarge dengan kenakalan-kenakalan remajanya yang terlalu sadis dan vulgar untuk anak seusianya. Ditemani beberapa rekannya (ya, mereka punya geng. Saya membayangkan kalo sekarang geng begal gitu lah), berbagai macam aksi dilakukan; perampokan, pemerkosaan, penyiksaan, kind like that. Suatu hari Alex tertangkap oleh polisi karena dijebak para rekannya saat membunuh the cat lady. Setelah dipenjara, Alex ingin bertaubat dan lebih memilih diberikan treatment Ludovico; teknik pemberian hormon yang bertujuan untuk membuat seseorang tidak berhasrat terhadap sesuatu, dan memberikan rasa sakit ketika orang tersebut menyaksikan/mendapat aksi yang tidak dihasrati tersebut. Alex yang dipenjara karena membunuh dan memerkosa diberikan hormon anti kekerasan dan pornografi. After treatment, Alex berjuang menghadapi dunia luar yang lebih kejam dari sebelum diberi Ludovico; balas dendam orang-orang yang pernah disakiti Alex dan bagaimana cara bertahan hidup saat mengalami efek sakit dari Ludovico.
Saat menonton A Clockwork Orange yang notabenenya merupakan film vulgar, sadis, tak perprasaan, banyak digunjing publik, dan sempat dikhawatirkan oleh banyak orang di kala itu karena adegan kekerasannya yang menginspirasi lifestyle para remaja, anehnya saya lebih banyak tertawa dibandingkan meringis karena miris melihat kevulgaran yang dilakukan dan perlakuan orang terhadap Alex. Menurut saya adegan di film ini lebih banyak mengacu ke komedi daripada genre lainnya (where's my heart?!?!). And here's why, I'm telling you:
***
1. Music scoringnya yang khas ala-ala Kubrick selalu menggiring penonton untuk tertawa (No, it's not just me! Emang ucull bingitz). Saat adegan memerkosa Mrs. Alexader, Alex nyanyi singing in the rainnya Gene Kelly. How come? Random dan koplak disaat yang bersamaan. Orang bilang adegan ini menunjukan betapa sadisnya Alex dkk. Tapi saya hanya berpikiran "anak remaja yang nakal dan gila". Why singing in the rain? Itu lagu nggak banget. Udah gitu dia nyanyi di rumah itu lagi untuk yang kedua kalinya. Bodoh banget lex, serius.
2. Masih di music scoring, adegan Alex membunuh the cat lady membuat saya terpingkal-pingkal. Music scoring, didukung properti patung tit*t gede banget dan seisi kamar yang hanya membuat the cat lady seperti nenek-nenek pervert, the cat lady yang ala emak-emak cerewet dengan badan elastis, ditambah kejar-kejarannya mereka..walaupun berakhir dengan tragis. Sekali lagi, saya meras berdosa tertawa di adegan ini.
3. Skripnya menggunakan british jokes and slang. I don't know why it's funny. Sama seperti nonton the Inbetweeners series; yang membuat saya tertawa adalah bukan ceritanya namun cara berbicara mereka dan apa yang mereka bicarakan. Ok, gue jahat. Bollocks! HAHAHA.
Nggak-nggak, terlepas dari teritori mana joke yang dipakai, banyak kosa kata yang out of the box lucunya. Herannya itu film tahun 1971, dan masih membuat saya tertawa di 2015? Hmm.
4. Ekspresi lebaynya Mr.Alexander waktu doi tahu bahwa Alex adalah pemerkosa istrinya. Serius, itu lebay banget kaya orang kejang-kejang. Saya sempat bertanya-tanya, after all Alex dateng kesitu masa dia baru tau Alex itu yang merkosa istrinya gara-gara denger Alex nyanyi singing in the rain? Apa dia kejang-kejang lebay gara-gara trauma sama lagu singing in the rainnya aja? Who knows. Yah film jadul harus ditoleransi masalah ginian. Kadang nggak rasional.
5. Sewaktu adegan treatment Ludovico, Alex protes dan nggak terima karena backsoudn pemutaran film treatmentnya adalah lagu Beethoven's Ninth Symphony. Saya tidak menemukan bahwa ini adalah adegan miris yang membuat saya iba. Serius ini lucu banget. Kalo saya jadi dokternya saya nggak akan kuat karena kebelet ketawa. HE EVEN CALLED BEETHOVEN "LUDWIG". Oh God. He loves Beethoven too much, loves his snake too much. Kelebayan Alex dalam mencintai sesuatu itu lucu banget. Menghibur saya.
6. Waktu Alex get laid sama dua wanita random dengan adegan fast motion. Di bukunya itu merupakan adegan pemerkosaan. Di film, Kubrick membuat adegannya seperti adegan remaja suka sama suka pada umumnya. Tapi fast motion.
Fast motion? Udah kaya orang lalu lalang di jalan aja pake fast motion! Adegan gituan, buka-bukaan, ngga ada sensor blas, ala-ala kamera pengintai di fast forward...KOPLAK.
Oke. Saya tidak akan memasukkan gambar apapun lagi. I think it's the ending.
***
One random thought of mine: Stanley Kubrick harusnya merubah judul film ini jadi agak ke hidayah-hidayahan. Karena poin penting yang saya tangkap darisini adalah: Karma does exists. Terlepas dari kegelian dan ketegaan saya menonton film absurd ini, deep down in my heart I do believe that karma does exist. Tiba-tiba saya tersadar, dengan keadaan saya "seperti ini" jangan-jangan Tuhan sedang memberi saya treatment Ludovico alike.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar