Hai.
Pernah beberapa kali saya singgung bahwa pekerjaan saya saat ini tidak sesuai dengan background pendidikan yang saya miliki.
Saya menyelesaikan studi di Teknik Elektro dengan spesifikasi Telekomunikasi Multimedia. Memang benar, perusahaan tempat saya bekerja saat ini di bidang Telekomunikasi. Namun, untuk scope pekerjaan sehari -hari saya melenceng jauh.
Marketing. Sales. Tidak ada hubungannya dengan Engineering.
Namanya juga kerasnya dunia kerja ya, apa yang kita harapkan belum tentu sesuai dengan apa yang kita miliki.
Singkat kata, saya adalah Account Manager (bahasa awamnya 'sales', bahasa kerennya 'corporate relation'), yang mungkin beberapa bulan yang lalu saya masih awam apa yang harus saya lakukan ketika menjadi Account Manager.
Awalnya merasa senang menjadi Account Manager yang identik dengan bertemu orang-orang baru (customer), jalan-jalan, tau operasional (karena sebelumnya saya berada di unit yang berhubungan dengan analisis dan kebijakan), dll.
Dan, kembali lagi ke kalimat awal, apa yang diharapkan belum tentu sesuai dengan apa yang kita miliki. Ternyata selama menjadi Account Manager banyak sekali tantangannya yang dengan susah payah saya berusaha lewati, terutama soal menghadapi customer.
***
Sebagai Account Manager, memaintain customer itu penting sekali. Bagaimana cara target individu tercapai dan revenue perusahaan naik, dapat dikatakan berbanding lurus dengan bagaimana seorang Account Manager memaintain customernya.
Di dunia perbisnisan ada berbagai macam tipe customer. Ada yang tipe heavenish, hellish, dan in between-ish. Semua customer harus diperlakukan sama, meskipun customer tersebut menguntungkan lebih sedikit dibandingkan customer lain.
Terkadang suka kesal menghadapi customer yang hellish dengan revenue rendah. Tidak jarang saya kena semprotan kekecewaan mereka terhadap perusahaan saya. Marah-marah, maki-maki, dll.
Saya pikir, namanya juga customer; raja dari segala raja. Mereka sudah mengeluarkan uang, maka dari itu mereka tidak mau rugi sedikitpun.
Namun ada juga customer yang heavenish, yang jika berhadapan dengan saya masih sopan santun meskipun kecewa.
Semenjak jadi Account Manager, saya merasakan suka dukanya menjadi seller. Mungkin ini karma, karena dulu ketika belum tahu bagaimana menjadi seller, saya adalah customer yang hellish.
Tak jarang saya mengejar si seller hingga mendapat kepastian. Jika tidak pasti, atau tidak sesuai dengan perjanjian, saya mengutarakan kekecewaan kepada seller tersebut.
Pernah dengan cara baik, pernah dengan cara yang judes.
Sebagai seller, mulai saat ini saya akan berusaha memfilter omongan kepada seller, ketika saya menjadi customer. Jika protes kecewa,saya akan menyampaikannya minimal dengan nada yang baik dan tutur kata yang sopan. Menurut saya, daripada kita menghabiskan energi untuk melampiaskan kemarahan kepada orang yang tidak saya kenal, orang yang mencari rejeki dari apa yang kita beli, jika layanan orang tersebut tidak sesuai lebih baik diam saja atau cari yang lain saja. Karena, digituin nggak enak lho! Mengapa memperlakukan seller seperti kacung, kalau kita sebagai orang berpendidikan bisa memberitahu dengan baik-baik?
Seller juga manusia, bukan robot yang tidak berperasaan...
Memang, pada akhirnya itu semua hak dari customer. Tapi apa salahnya sih mengurangi penyebaran energi negatif dan berlaku baik terhadap orang yang telah membantu kita mendapatkan apa yang kita mau?
Be a Nice Customer, People!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar