Minggu, 01 Juni 2014

Kebot

Sejenak terlintas dalam pikiran saya tentang seorang kerabat di masa remaja.

Namanya Kebot. Ya, Kebot. Kidal begitu maksudnya? Ya, Kebot atau nama (yang setidaknya dahulu) beken dari "kidal". Kebot merupakan seorang kerabat yang sampai hari ini saya tidak tahu nama sebenarnya siapa. Kebot pernah memberitahu bahwa ia dipanggil Dani atau Kiki dirumahnya. Tentu saja orang tuanya tidak akan memanggil Kebot, bukan? Saya pernah mengasumsikan bahwa namanya adalah Rizki Ramadani. What else it could be nicknamed than kiki (from Rizki) or dani (from ramadani)? It was so common, hahaha. Sampai detik ini pun saya hanya bisa berasumsi.

Saya juga tidak pernah tahu wujud dari Kebot seperti apa. Parasnya, tinggi badannya, bagaimana ia berjalan, warna kulitnya, rambutnya, matanya. I have no idea. Namun saya dapat mengingat persis suaranya. Kebot memiliki suara yang cukup indah untuk seorang pria berusia 20 tahunan. Bukan, bukan indah karena ia bernyanyi, namun jenis suaranya merupakan suara yang "enak" didengar. Kadang ada beberapa pria dewasa yang saya tidak tahu mengapa ketika berbicara suaranya tidak enak didengar. Kebot memiliki suara yang enak didengar ketika siapapun berbicara dengannya. Intonasinya sopan, pitchnya tidak terlalu berat, tidak juga melengking. Saya dapat membayangkan Kebot pantas menjadi penyiar radio anak muda.

Tidak mungkin saya bisa melupakan suaranya.
Waktu itu usia saya masih sekitar 12-13 tahun. Saya masih menduduki bangku sekolah menengah, yang kita semua tau bahwa masa-masa tersebut merupakan masa yang paling norak, centil, kampungan, tidak tahu malu, dsb. Namun dibalik masa memalukan tersebut, ternyata dahulu saya masih memiliki passion yang tinggi, terutama di bidang musik. Saya memiliki banyak teman sesama pecinta musik, kebetulan waktu itu saya merupakan "anak nongkrong" studio musik yang jaraknya tidak jauh dari sekolah saya. Beberapa teman main saya, yang juga merupakan "anak nongkrong" studio musik tersebut memiliki perbedaan umur yang cukup jauh dengan saya. Kebanyakan dari mereka berumur 20 tahun keatas. Yah, saya bisa membayangkan hari ini saya bergaul dengan anak-anak SMP yang norak. Tidak, tidak mungkin bukan? Namun 10 tahun yang lalu saya benar-benar sok keren bergaul dengan mereka.

Sampai saya memiliki kedekatan tersendiri dengan salah satu dari mereka, yang pada akhirnya memperkenalkan saya dengan seseorang bernama Kebot.

Jujur saja, saya yang waktu itu berusia 12-13 tahun tidak begitu saja mudah keluar rumah kapanpun, kemanapun. Sedangkan mereka yang telah dewasa dapat bebas membawa dirinya. Seperti kebanyakan anak dengan orang tua kolot dan protektif, satu-satunya cara komunikasi saya dengan mereka selain datang ke studio musik sehabis pulang sekolah dan pulang sebelum maghrib adalah: berteman secara virtual. Kita juga tahu bahwa di tahun 2004-2005 teknologi SMS sedang marak-maraknya, begitu juga dengan telepon rumah. Jadi, si Rety yang masih norak, memulai komunikasi yang intensif dengan stranger bernama Kebot.

Persamaan passion dan interest lah yang membuat kami semakin dekat. Sebagai anak yang baru gede, saya merasa cool banget punya teman yang memiliki minat sama, namun sudah expert di bidangnya. Saat itu Kebot yang saya kenal merupakan mahasiswa desain di salah satu universitas kesenian yang keren di Jakarta. Ia mengerti sekali musik dan kesenian. Sangat menyenangkan berbicara lama-lama dengannya, banyak sekali cerita tentang musik Rock and Roll yang ia berikan. Satu hal yang membuat saya nyaman, ia tidak memperlakukan saya seperti anak kecil, tidak seperti teman-teman tua saya lainnya. Kebetulan saya juga tidak se-childish itu, saya juga memperlakukannya seperti kami merupakan teman yang seumuran, namun di umur yang lebih tua dari umur saya. Sangat menyenangkan sekali memiliki partner seperti Kebot. Ia juga tidak pernah protes mengapa kita tidak pernah bertatap muka. Saya tidak pernah kesepian, karena ia selalu ada, dan kami membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Hingga pada suatu hari, saya menemukan sesuatu yang berbeda. Kebot ternyata memiliki keinginan lebih dari ini semua...


Dengan kepolosan yang saya miliki, saya anggap hanya angin lalu. Namun lambat laun, ia semakin blak-blakan. Yaiyalah, secara ia sudah berumur, buat apa ia membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak jelas? Sedangkan saya yang masih terlalu belia hanya ingin punya banyak teman, apalagi teman yang memiliki interest yang sama. 
Hari demi hari saya merasa semakin tidak nyaman. "Kebot jadi nggak asik lagi", karena ia membicarakan cinta, karena ia membicarakan hubungan yang lebih dalam. Sebisa mungkin saya mengarahkan kami ke arah yang benar-benar netral. Bagi saya ia tidak lebih dari partner bertukar pikiran. Namun Kebot begitu sabar, dan untungnya ia masih mau berbicara dengan saya, seperti di hari-hari sebelumnya. Selain perbedaan usia yang cukup jauh, passion saya terhadap cita-cita juga masih tinggi dibandingkan cinta. Saya tidak ingin terlalu dini mengenalnya. Namun, bukan berarti saya tidak akan berbicara lagi dengan Kebot.

Kebot yang dahulu terlihat passionate, lama-lama terlihat membosankan. Ia terlalu sensitif, yang mungkin dewasa ini terkesan romantis. Ia benar-benar membosankan dan terlalu tua untuk anak remaja tengil yang masih mencari jati diri. Namun Kebot tetap sabar, dan tulus dalam menjalin pertemanan. Ia tetap saja berkata "Cuma kamu satu-satunya wanita yang saya kenal yang punya passion sama; rock and roll. Saya tidak peduli berapapun umur kamu. Karena berbicara denganmu seperti berbicara dengan diri saya sendiri. Wanita seumuran saya terlihat membosankan, hal yang mereka pikirkan hanyalah mempercantik diri dan mengikuti trend yang ada!". Ah, cinta yang dilandasi oleh persamaan passion dan interest, hari ini mungkin sudah punah.

Tapi tetap saja, saya masih belum bisa mengenalnya. Belum bisa, dan sebenarnya saya juga tidak ingin melewatinya bersama Kebot.

***

Sampai hari ini saya belum sempat meminta maaf kepada Kebot, setidaknya mengucapkan sepatah dua patah kata untuknya. Padahal sudah 7 tahun lamanya ia meninggalkan dunia. Menggapai impiannya; main catur dengan Jimi Hendrix, Chuck Berry, John Lennon... Bercengkrama dengan Janis Joplin. Melantunkan lagu ciptaannya didepan musisi-musisi yang mati muda, seperti yang dahulu pernah kami bicarakan.

Saya masih ingat betul sepekan sebelum hari berkabung itu Kebot tiba-tiba mengirimkan pesan "Hati-hati ya, Rety, jaga diri". 
Satu hal yang paling saya sesali sampai saat ini: Hari itu saya tidak membalas SMSnya. Setidaknya menanyakan apa maksud dari SMS itu, atau membalas "You too".
Wajar saja, hari itu siapa yang tahu bahwa seminggu kemudian Kebot meninggal? Siapa yang tahu bahwa SMS tersebut merupakan SMS terakhir Kebot kepada saya, yang sebenarnya sangat bermakna. Buat apa tiba-tiba Kebot meminta saya untuk jaga diri? Bukankah itu terlalu jelas untuk menjadi suatu pertanda?

17 September 2007, pukul 05.30 WIB saya mendapat SMS terakhir dari nomer Kebot, namun saya tahu bahwa SMS tersebut dikirimkan bukan dari tangan Kebot. SMS yang begitu mengejutkan; "Kebot telah meninggal dunia".
Kebot ternyata memiliki penyakit asma. Pagi itu, sehabis sahur, ia mengalami sesak napas dan sudah tidak tertolong lagi ketika dilarikan dengan ambulans.

Saya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

***

Dear Kebot,

It's me, your long lost teenager friend. Now I'm old enough to understand what you want. Maybe you would be disappointed if you know now I'm just like another girl these days, like what you've said. Or maybe I'm not? I don't know. You could judge me, if only you were here.

Would you forgive me? for not attending to your funeral? I didn't even know your real name, moreover your house, your family. All I know was you were connected to Jundi. Several weeks after your death, somebody did text me, telling me that he/she was so disappointed to me for not coming to your funeral. It could be Jundi, well who else? I just could apologize to that anonymous text sender. And to your sister; I phoned her several weeks later.

But I know that those weren't enough. We hadn't met! What were we? So lame. There are so many things that I regret, you know. If only you could hear me, I'm really apologizing. I really wish we ever had met. At least I really wish I replied your last text.

It's been seven years, I lost all my phone contacts. I lost your number. I lost Jundi's. I've been searching all over this internet world about you, Jundi, or Gitara mates. I want to know more what I didn't know before. I really want to say things about you to your closest friends. But I haven't found anything. It's gone. You're all just my teenage memories. I swear I won't forget you all.

I was so rude, I was so jerk, now I'm regretting, apologizing. But it's never late for sending more more pray to you. Seven years is really long, huh? And I hope you live happily out there.

You really were my best partner. If you were here, we could be best friends until now. Maybe you would get married with another rock and roll woman that you loved. But you still got connected with me. We could watch The Beatles night or Classic Rock here in Galaxi. We could watch Metallica or Skid Row, back then! But, fate's fate. If you could live longer doesn't mean you would be happier. You could live in a suffer, you could live unhappily. We don't know. But letting go those pain were so relieved for you, weren't it? I hope you were.

Well, we will meet, someday. You can take me to your rock and roll land, we can watch our fave musicians playing around us. It would be, someday. 

May you rest in peace. And once again, please forgive me.

Sincerely,
Rety.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Author

Foto saya
Just a small fish swims in an endless ocean.

Archives