Senin, 13 Oktober 2025

Now I Know Why

Hello.
Postingan terakhir gue tulis di bulan Februari. Now it's October already.
Masih lebih mending lah daripada postingan sebelumnya di 2022...alias 3 tahun nggak nulis di blog ini.
Sekarang sudah ada kemajuan yah.

Yup, finally I moved to the city I hate for the rest of my quarter life; Jakarta. Ini sudah berjalan 6 bulan lamanya gue bertahan hidup disini.
Awalnya, jujur sangat struggling hard. Karena terbiasa 7 tahun hidup secara slow living di Bali, sekarang harus kerja keras, dan se KERAS itu. Rasanya menyiksa.

Bangun harus lebih pagi. Ga bisa santai-santai. Settingan auto nya udah harus buru-buru kemana-mana. In here, time is more valuable than money. Gue telat pulang 5 menit aja gue bisa kehilangan waktu berharga bersama orang tersayang di rumah. Waktu di Bali, gue bisa "everything everywhere all at one". Sekarang, jujur susah banget dan gue sedih gue ga bisa se multitasking dulu. Orang-orangnya juga tidak seramah dan sehangat di Bali. Akhirnya gue kembali ke settingan pabrik gue dulu, ga perlu ramah sama orang. Ga perlu basa-basi dan bersosialisasi sama stranger. Karena disini masing-masing orang fokus dengan ambisinya. Jika ada keperluan bisa langsung to the point dan menjadi straightforward adalah hal yang sangat umum. Tidak seperti di Bali yang budayanya "sungkan".


Tapi lama-lama gue terbiasa.
Disaat gue mencari cara menikmati kota yang gue benci ini, satu persatu Allah memberikan gue brutal fact tentang pulau yang dulu gue idamkan.

Orang yang gue sangat percaya selama bertahun-tahun di Bali ternyata mengkhianati gue selama ini. Dan begitu dia ketahuan menipu gue selama ini, dia langsung kabur selayaknya pencuri. Disitulah titik balik pemikiran gue yang tadinya benci kota ini menjadi berbalik 180 derajat.

Ternyata gue pindah kesini itu adalah cara Allah menyelamatkan gue dari si orang yang menipu gue ini. Secara ga sadar pun Allah udah kasih petunjuk ke gue berkali-kali kalo gue dijahatin. Secara langsung, dari orang lain, dari mimpi, dari bukti-bukti, maupun dari intuisi. Tapi gue terlalu percaya sama ini orang. Bodohnya gue selama ini.

Ternyata kota ini menyelamatkan hidup gue!
Pengorbanan, usaha, kerja keras gue bertahan hidup disini pun membawa banyak hal baik. Membuka peluang baru, pemikiran yang lebih terbuka, banyak teman (yang di postingan sebelumnya gue permasalahkan karena di Bali tidak ada teman). Tentunya banyak hal positif yang didapat, daripada gue terjebak di pulau dengan si serigala berbulu domba itu.

Gue juga harus berterimakasih sama si pengkhianat. (Well how to make it sounds like not in a good way?) Mungkin ini adalah pelajaran terbesar dalam hidup gue yang sampai saat ini gue juga belum tamat menjalaninya; healing with my trauma. Di detik gue tau dia berkhianat, tidak ada satupun air mata gue jatuh untuk dia. Gak akan sudi. Yang ada hanyalah amarah yang besar, yang gue lampiaskan dengan hal-hal positif. 

Gue berhenti dengerin the beatles dan tiktok (so sad karena gue cinta the beatles tapi kejadian itu ada hubungannya dengan the beatles dan tiktok), hapus memori selama di Bali, berhenti memakai baju, atribut dan apapun yang ada hubungannya dengan sesuatu yang membuat gue teringat dengan trauma gue. Terdengar berlebihan yah? Aslinya gue prefer ke psikolog, tapi menurut gue terlalu kompleks buat ceritainnya ke orang lain. Butuh waktu dan energi besar. Tapi gue janji kepada diri gue sendiri bahwa gue harus ditangani orang yang tepat demi kesehatan mental gue.

Tahun ini merupakan tahun terburuk selama gue hidup. Hingga hari ini, kota ini lah yang sangat berjasa bagi kejadian yang gue alami di tahun terburuk gue ini.

Ternyata yang gue benci adalah yang gue butuhkan. Somehow, I owe you much things, Jakarta. Now I know why.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Author

Foto saya
Just a small fish swims in an endless ocean.

Archives